Gladiator adalah petarung profesional pada zaman Romawi kuno. Awalnya, mereka sering tampil di pemakaman Etruskan, dengan maksud untuk memberikan "penjaga" di dunia berikutnya kepada orang yang sudah mati.
Sesampainya di kota Roma, pertunjukan ini menjadi sangat populer, dan semakin besar pada zaman Julius Caesar. Selain ditampilkan di kota Roma, pertunjukan ini juga sering diadakan di kota-kota lain di Kekaisaran Romawi. Hal ini terlihat dari peninggalan amfiteater yang digunakan sebagai tempat pertarungan gladiator.
Untuk lebih lengkapnya, mari kita simak 7 fakta menarik tentang Gladiator Romawi di bawah ini.
1. Awalnya pertarungan gladiator menjadi bagian dari upacara pemakaman
Banyak penulis sejarah kuno menggambarkan pertunjukan gladiator sebagai produk impor dari Etruria. Dilansir dari laman Britannica, sebagian besar sejarawan modern berpendapat bahwa pertarungan gladiator awalnya digunakan sebagai ritual di pemakaman bangsawan Etruskan.
Menurut penulis Romawi, Tertulianus dan Festus, orang Romawi percaya bahwa darah manusia akan memurnikan jiwa orang yang meninggal. Secara tidak langsung, kontes ini (gladiator) mungkin dianggap sebagai pengganti kasar untuk pengorbanan manusia.
Dari pemakaman bangsawan, pertunjukan ini kemudian naik ke ruang lingkup yang lebih besar saat pemerintahan Julius Caesar, yang mengadakan pertarungan ratusan gladiator untuk menghormati ayah dan anak perempuannya yang meninggal dunia.
Pada akhir abad ke-1 SM, pejabat Romawi Kuno mulai menggunakan pertarungan gladiator sebagai pertunjukan untuk menarik simpati massa. Lalu saat Colosseum dibuka untuk umum pada tahun 80 M, permainan gladiator berkembang dari pertempuran freewheeling menjadi olahraga yang terorganisir dengan baik.
Para petarung pun ditempatkan di berbagai kelas berdasarkan catatan, tingkat keterampilan dan pengalaman mereka, serta spesialisasi dalam gaya bertarung tertentu dan pemakaian persenjataan yang berbeda. Dari sekian pengelompokan tersebut, yang paling populer adalah kelas "thraeces" dan "murmillones" yang bertarung dengan pedang dan perisai.
Ada juga "equites," yang memasuki arena dengan menunggang kuda; "essedarii," yang bertempur dari atas kereta kuda; dan "dimachaerus," yang memakai dua pedang sekaligus. Dari semua jenis gladiator, mungkin yang paling tidak biasa adalah "retiarius" yang hanya dipersenjatai dengan jaring dan trisula.
2. Tidak selalu dari budak
Tidak semua gladiator adalah budak, walau sebagian besar petarung awalnya diambil dari orang-orang yang ditaklukkan dan budak yang telah melakukan kejahatan. Hal ini ditunjukkan oleh prasasti pada abad ke-1 M, saat sejumlah orang merdeka mulai menandatangani kontrak gladiator secara sukarela dengan harapan mendapatkan kemuliaan dan uang.
Dikutip dari laman BBC, sering kali para prajurit lepas ini adalah orang-orang "hopeless" atau mantan prajurit yang terampil dalam pertempuran. Namun terkadang, beberapa di antara mereka juga berasal dari bangsawan kelas atas, kesatria, atau bahkan senator yang ingin menunjukkan "darah" prajurit mereka.
Sebagian besar pertempuran juga beroperasi di bawah aturan yang cukup ketat. Pertempuran tunggal misalnya, harus dilakukan di antara dua orang dengan ukuran badan dan pengalaman yang sama. Ada wasit yang mengawasi pertempuran, yang mungkin akan menghentikan pertarungan saat salah satu gladiator terluka parah.
Pertandingan bahkan bisa berakhir dengan jalan buntu jika penonton sudah mulai bosan dengan pertempuran yang panjang dan berlarut-larut. Dalam kasus yang jarang terjadi, kedua gladiator diizinkan untuk meninggalkan arena dengan kehormatan jika mereka telah menampilkan pertunjukan yang menarik bagi penonton.
Karena biaya perawatan gladiator sangatlah mahal, para promotor enggan melihat mereka terbunuh sia-sia. Para pelatih juga sering mengajarkan mereka untuk saling melukai, tapi tidak sampai membunuh. Sebisa mungkin mereka berusaha untuk tidak melukai "saudara-saudara" mereka.
Meskipun demikian, kehidupan seorang gladiator biasanya sangat pendek. Sebagian besar dari mereka hanya hidup sampai pertengahan usia 20-an. Sejarawan bahkan memperkirakan kalau selalu ada korban jiwa dalam satu pertarungan dari lima atau sepuluh pertarungan yang dilaksanakan.
3. Gerakan "jempol ke bawah" tidak selalu berarti kematian untuk para gladiator
Jika seorang gladiator terluka parah atau menjatuhkan senjatanya karena kalah, nasibnya mungkin akan ditentukan oleh para penonton. Dalam kontes yang diadakan di Colosseum, kaisar memiliki keputusan akhir apakah prajurit tersebut akan hidup atau mati.
Namun lukisan klasik dan film-film Hollywood sering menunjukkan isyarat "jempol ke bawah" sebagai tanda untuk mengeksekusi gladiator, walau hal ini mungkin kurang akurat. Dilansir dari laman Ancient.eu, beberapa sejarawan berpikir bahwa tanda eksekusi, mungkin saja, adalah jempol ke atas.
Sedangkan kepalan tangan tertutup dengan dua jari terulur, jempol ke bawah, atau bahkan saputangan yang dilambaikan mungkin menandakan belas kasihan. Apa pun isyarat yang digunakan, biasanya disertai dengan teriakan seperti "biarkan dia pergi!" atau "bunuh dia!"
4. Gladiator jarang bertarung melawan binatang
Colosseum dan arena Romawi lainnya memang sering dikaitkan dengan pembantaian binatang buas. Namun tidak lazim bagi para gladiator untuk terlibat di dalamnya. Pembantaian ini hanya diperbolehkan untuk "venatores" dan "bestiarii," prajurit khusus yang siap untuk melawan segala jenis binatang buas.
Pada masa itu, perburuan atau pembantaian binatang biasanya menjadi pembukaan suatu acara. Dalam satu contoh kasus, 9.000 ribu hewan dibunuh selama upacara 100 hari untuk menandai pembukaan Colosseum. Dalam kasus lainnya, 11.000 hewan dibunuh sebagai bagian dari Festival 123 Hari yang diadakan oleh Kaisar Trajan pada abad ke-2 M.
Sementara kebanyakan binatang hanya disembelih untuk olahraga, yang lain dilatih untuk melakukan trik atau bahkan diadu satu sama lain dalam perkelahian binatang. Penggunaan binatang liar juga sering dijadikan sebagai bentuk eksekusi yang populer pada masanya.
Misalnya saja para penjahat dan orang Kristen yang dijatuhi hukuman mati sering kali dilemparkan ke dalam arena yang berisi anjing, singa, atau beruang dan dijadikan bagian dari hiburan pada hari itu.
5. Wanita juga bisa bertarung sebagai gladiator
Para sejarawan tidak yakin kapan wanita pertama kali bertarung sebagai gladiator, tetapi pada abad ke-1 M mereka sudah sering dihadirkan dalam setiap pertandingan gladiator. Hal ini terlihat dalam sebuah relief marmer yang berasal dari sekitar abad ke-2 M yang menggambarkan pertarungan antara dua wanita yang dijuluki "Amazon" dan "Achillia."
Namun para prajurit wanita ini mungkin tidak terlalu dianggap serius dalam budaya Romawi yang patriarkal, karena dalam satu kasus Kaisar Domitianus pernah mengadu seorang wanita dengan kurcaci. Perempuan juga sering bergabung dalam perburuan hewan, tetapi tugas mereka di arena mungkin berakhir di sekitar tahun 200 M.
6. Beberapa gladiator membuat serikat pekerja
Meskipun mereka dipaksa untuk terlibat dalam pertempuran hidup-mati, para gladiator sering memandang diri mereka sebagai semacam "persaudaraan." Beberapa di antaranya bahkan membuat sebuah perserikatan atau kolega, lalu memilih para pemimpin dan dewa pelindung mereka sendiri.
Ketika seorang gladiator mati dalam pertempuran, kelompok-kelompok ini akan memastikan bahwa kawan mereka akan menerima pemakaman yang layak dan memberikan prasasti untuk menghormati prestasinya di arena saat menjadi gladiator.
Jika mendiang memiliki istri dan anak, mereka juga akan memastikan keluarganya menerima kompensasi uang atas kematian sang gladiator.
7. Gladiator sering menjadi seorang selebriti dan simbol seks
Meskipun sering dianggap sebagai orang yang kasar dan kejam oleh para sejarawan Romawi, nyatanya para gladiator dapat memenangkan ketenaran di kalangan kelas bawah pada saat itu. Potret mereka sering terlihat pada dinding di tempat-tempat umum. Bahkan petarung yang paling sukses bisa mengesahkan produk seperti atlet papan atas saat ini.
Berdasarkan dokumen dari BBC, mereka juga terkenal karena kemampuannya untuk memikat para wanita Romawi. Graffiti dari Pompeii misalnya, menggambarkan seorang gladiator yang sedang "menangkap" gadis-gadis pada malam hari dan menjadi "kesenangan" dari semua gadis.
Banyak juga wanita yang mengenakan jepit rambut atau perhiasan lain yang sudah dicelupkan ke dalam darah gladiator. Beberapa dari mereka bahkan sering mencampur keringat gladiator ke dalam krim wajah dan jenis kosmetik lainnya.
Nah, itu tadi 7 fakta yang harus kamu ketahui tentang gladiator Romawi. Pertandingan gladiator sendiri secara resmi berakhir pada tahun 404 M, setelah adanya perselisihan di dalam Kekaisaran Romawi yang mulai menganut agama Kristen pada saat itu.
0 komentar:
Posting Komentar