Friedrich Nietzsche (1844-1900) adalah salah satu filsuf paling dikenal dalam satu abad terakhir. Bersama dengan Karl Marx dan Charles Darwin, ia membentuk "tiga serangkai" pemikir terbesar pada abad ke-19, di mana gagasan mereka masih memiliki dampak yang signifikan sampai hari ini. Sayangnya, Nietzsche juga menjadi salah satu filsuf yang paling sering disalahpahami, terutama oleh orang-orang yang belum pernah membaca karya-karyanya.
Sama seperti Marx dan Darwin, Nietzsche juga sering menjadi sasaran kebencian dari para oknum fundamentalis agama yang membenci pemikirannya. Agar kalian lebih tahu tentang dirinya, mari simak beberapa miskonsepsi terkenal tentang Nietzsche beserta penjelasannya di bawah ini.
1. Dia bukan seorang antisemit
Nietzsche bukanlah seorang antisemit. Sebaliknya, ia justru menjadi orang yang paling menentang antisemitisme. Rasa jijiknya terhadap antisemit diekspresikan dalam salah satu suratnya di tahun 1989 yang berbunyi: "Saya dapat menembak mati semua antisemit."
Jadi, bagaimana miskonsepsi ini bisa tercipta? Singkat cerita, semuanya dimulai oleh adik perempuan Nietzsche, Elisabeth Förster-Nietzsche (foto di atas). Sepanjang hidupnya, Elisabeth dikenal karena memiliki pandangan antisemit dan fasis. Nietzsche sendiri terus menentang pandangan antisemitik adiknya sepanjang hidupnya.
Namun, setelah kondisi mental Nietzsche semakin memburuk pada tahun 1889, Elisabeth mengambil semua karya Nietzsche, di mana pada saat itu pemikirannya mulai dikenal di seluruh Eropa. Setelah Nietzsche meninggal, Elisabeth mengkhianati kakaknya dengan mengedit ulang tulisannya agar sesuai dengan agenda politiknya.
Kemudian pada tahun 1930, Elisabeth bergabung dengan Partai Nazi. Melalui manipulasi yang cermat, ia menggunakan prestise Nietzsche untuk mempromosikan ideologi Nazi di seantero Jerman. Sebagaimana tercatat dalam Encyclopædia Britannica, diketahui kalau Adolf Hitler menghadiri pemakaman Elisabeth pada tahun 1935.
Sejujurnya, para sayap kanan yang radikal tidak akan pernah menemukan esensi ultranasionalisme di dalam karya Nietzsche — jika mereka membacanya dengan cermat. Namun, beberapa ungkapannya yang paling populer seperti "kehendak untuk berkuasa," "si pirang," atau "Ãœbermensch" (manusia super) memang sangat rawan untuk disalahgunakan.
Tidak ada satu pun konsep rasial di dalam karya Nietzsche. Mereka hanyalah alegoris untuk sifat manusia pada umumnya, tetapi sering disalahgunakan oleh mereka yang tidak memahami filosofi Nietzsche.
Citra Nietzsche dihancurkan oleh para penganut Nazisme, rasisme, fasisme, dan antisemitisme, di mana Reich Ketiga mengaplikasikan semua hal keji itu. Lebih buruk lagi, pandangan tersebut terlihat seperti visi buatan Nietzsche, walau pada kenyataannya adalah pemikiran yang telah dipelintir oleh adiknya sendiri.
2. Dia bukan seorang misoginis
Kesalahpahaman ini memang tidak sepenuhnya tanpa dasar. Beberapa orang menganggap Nietzsche sebagai seorang misoginis setelah mendengar atau hanya melihat beberapa komentar dalam tulisannya secara sekilas.
Mungkin pandangannya terhadap wanita berubah dari waktu ke waktu. Mungkin juga ketika dia menggambarkan wanita secara buruk, dia sebenarnya sedang memikirkan saudara perempuannya yang jahat. Tentu saja, sekali lagi, kita harus memahami kondisi sosio-historis Nietzsche pada saat itu untuk benar-benar memahami pemikirannya.
Seperti yang diketahui, pada tahun 1882 Nietzsche jatuh cinta kepada Lou Salomé, yang kemudian akan memikat pemikir besar lainnya seperti Rainer Maria Rilke dan Sigmund Freud. Selama periode ini, ia menulis tentang dilema psikologis wanita lewat The Gay Science.
Dalam karyanya tersebut, ia mencatat betapa parahnya keadaan saat itu, di mana para wanita muda diajarkan oleh lingkungannya kalau seks di luar nikah itu adalah perbuatan dosa yang memalukan hanya untuk "dilemparkan" ke dalam sebuah pernikahan dan dipaksa menyembah pria layaknya dewa, di mana mereka harus melayani para pria dalam sebuah "teror seks."
Seperti disebutkan oleh Guardian, Nietzsche juga sering memperjuangkan pemberdayaan perempuan dan secara aktif berupaya untuk meningkatkan kehidupan intelektual para wanita di sekitarnya. Bahkan, Nietzsche tidak pernah menganjurkan misogini sebagai model pemikiran bagi orang lain.
3. Dia bukanlah seorang nihilis sejati
Sebagian besar orang cenderung mengasosiasikan Nietzsche dengan gagasan nihilisme, walau nyatanya tidak sesederhana itu. Seperti yang diketahui, kata nihilisme sendiri berasal dari bahasa latin, "nihil," yang berarti tidak ada. Jadi, nihilisme secara harfiah tidak ada artinya.
Setiap kalian kurang memercayai sesuatu, berarti kalian nihilis dalam hal itu. Kita semua nihilis dengan cara apa pun. Namun, banyak orang berpikir kalau nihilisme adalah sebuah kepercayaan kalau hidup sudah tidak ada artinya lagi. Dalam hal ini, Nietzsche bukanlah seorang nihilis sejati.
Tentu saja, salah satu tokoh yang memengaruhi pemikirannya adalah Arthur Schopenhauer, seorang filsuf nihilis garis keras yang menentang kehidupan. Namun, Nietzsche sebenarnya menolak gagasan ini dengan membuat gagasan baru seperti "perulangan abadi" yang menjadi pondasi dari tulisan-tulisannya, khususnya Sabda Zarathustra.
Nietzsche adalah seorang humanis yang tidak memercayai akhirat karena dia menolak keberadaan dunia lain untuk didiami setelah kita mati. Dalam hal ini, filosofinya bertujuan untuk menaklukan nihilisme sejati dengan mencintai kehidupan secara utuh dan memposisikan kita sebagai manusia sempurna (Ãœbermensch) dengan kehendak untuk berkuasa.
Nietzsche memang seorang nihilis moral (dia yakin tidak ada fakta moral). Jika pantas disebutkan, Nietzsche adalah seorang vitalis sebelum menjadi nihilis dalam artian Schopenhauer atau lebih tepatnya ia adalah seorang eksistensialis sejati.
4. Dia tidak (secara harfiah) menganggap Tuhan sudah mati
Salah satu kutipan Nietzsche yang paling terkenal menyatakan kalau "Tuhan sudah mati." Setelah melihatnya, beberapa orang mungkin langsung menganggap kutipan ini sebagai pernyataan ateistik dari Nietzsche yang tidak mempercayai entitas tertinggi seperti Tuhan.
Namun, itu adalah asumsi yang terlalu cepat, karena bukan itu yang sebenarnya dimaksudkan oleh Nietzsche. Alih-alih proklamasi teologis, Nietzsche sendiri lebih banyak mengkritik masyarakat dan agama lewat kutipan tersebut.
Istilah "Tuhan sudah mati" bukan tentang agama semata, tetapi tentang bagaimana sebuah agama dipraktikkan dalam masyarakat yang terus berubah atau lebih tepatnya tentang sifat munafik para penganutnya dan tentang tidak masuk akalnya segala gagasan tentang Tuhan setelah Zaman Pencerahan.
Nietzsche tidak mengatakan kalau ateisme itu benar atau bahwa Tuhan itu tidak ada. Yang dia maksudkan adalah bahwa kepercayaan pada Tuhan dalam agama Kristen telah "mati." Menurutnya, Tuhan sudah tidak memiliki tempat di dalam dunia modern, di mana nantinya keruntuhan "agama" yang terjadi akan diikuti oleh keruntuhan moralitas di peradaban Barat.
Menurut Nietzsche, "pembunuhan Tuhan" diabadikan oleh masyarakat itu sendiri dalam istilah "Tuhan sudah mati." Kutipan lengkapnya, seperti yang awalnya disajikan dalam The Gay Science, adalah "Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita lah yang telah membunuhnya."
5. Dia memiliki selera humor juga
Kita semua mungkin mengira kalau Nietzsche tidak bisa membuat jokes, tepatnya sampai kita membaca surat-suratnya. Dalam salah satu suratnya, dia pernah mengejek dirinya sendiri sebagai pria paling lembut dan paling rasional dengan kumis yang besar.
Dalam suratnya yang lain, Nietzsche bercanda dengan gaya sarkastik kalau dengan kumis besarnya dia akan menunjukkan kesan militer yang kuat, mudah marah, dan terkadang kejam, sehingga ia akan diperlakukan dengan baik oleh lawan bicaranya.
Dalam buku I Am Dynamite!, Nietzsche bertanya: "Apakah manusia adalah kesalahan Tuhan, atau Tuhan adalah kesalahan manusia? Manusia tidak berjuang untuk kebahagiaan; hanya orang Inggris yang melakukan hal itu."
Dia bahkan mengolok-olok pembacanya dengan menyebutkan kalau "Pembaca terburuk adalah mereka yang berperilaku seperti pasukan penjarah. Mereka mengambil beberapa hal yang dapat mereka gunakan, mengotori sisanya, lalu mencaci maki semuanya." Hal ini membuatnya menjadi filsuf yang tidak biasa karena dia tidak memberi tahu kita apa yang harus dipikirkan.
Tidak ada yang namanya Nietzsche-isme atau Nietzschean. Khusus untuk hal itu, dia meringkaskannya dalam salah satu aforismenya: "Kalian membalas guru kalian dengan budi yang buruk jika kalian terus menjadi seorang murid." Dengan kata lain, kita semua dapat mempelajari pemikiran Nietzsche tetapi harus menganalisisnya lebih jauh lagi.
Nah, itu tadi 5 fakta tentang Friedrich Nietzsche. Semoga setelah membaca artikel di atas kalian tidak lagi melayangkan tuduhan tanpa dasar kepada Nietzsche dan semakin berminat untuk mempelejari pemikirannya.
0 komentar:
Posting Komentar