Powered By Blogger

Sabtu, 30 Januari 2021

Kisah di Balik Kue-kue Italia yang Bentuknya Tak Senonoh

 

Walau membuat beberapa orang zaman modern terbahak-bahak, asal-usul kue ini berasal dari tradisi yang tidak main-main. Napoli terkenal dengan pizza, Roma dengan sajian pasta cacio e pepe, sementara Sisilia populer karena cannoli
Dianggap makanan penutup mulut khas italia yang paling lezat, hampir setiap kafe dan toko kue di Sisilia dengan bangga menjual cannoli. Pemerintah lokal menghormati pamor cannoli lewat laman daring mereka, sementara orang-orang Sisilia mengabadikan panganan ini melalui kalimat terkenal di film legendaris The Godfather, "Letakkan senjata, ambil cannoli." Jika Anda pernah melihat cannoli dan berpikir, "ya, kelihatannya seperti itu," Anda tidak sendiri. Makanan manis khas Sisilia yang digemari banyak orang ini memang menyerupai lingga. Namun ada alasan yang masuk akal di balik penciptaannya. Merujuk sebuah legenda, selama kerajaan Arab menguasai kota Caltanissetta di kawasan Sisilia, sekitar tahun 1000 masehi, sekelompok perempuan membuat suguhan. Makanan yang mereka ciptakan kue pastri goreng yang terbuat dari tepung, gula dan mentega, yang diisi dengan keju ricotta bercita rasa manis dan lembut. Makanan ini dibuat untuk memuliakan maskulinitas pimpinan kerajaan yang notabene merupakan laki-laki. Meski cerita ini tidak dapat dibuktikan karena tidak ada catatan tertulis yang mendukung, konsep kue berbentuk erotis memang sudah muncul sejak berabad-abad yang lalu
Di masa Yunani Kuno, selama peringatan Thesmophoria yang digelar untuk menghormati dewi Persefone dan Demeter, orang-orang mengonsumsi madu dan kue wijen berbentuk payudara.
Mereka menyantapnya untuk merayakan kesuburan dan keibuan. Kebiasaan itu diperkirakan berasal dari ritus era sebelumnya, yaitu penyembahan dewi Isis pada masa Mesir Kuno. Praktik itu diyakini menyebar ke seluruh kawasan Mediterania, termasuk wilayah Sisilia pada era pra-Romawi. Menurut Maria Oliveri, seorang pakar isu warisan budaya dari kota Palermo, organ seksual tidak tabu bagi masyarakat Yunani dan Romawi kuno. Sebaliknya, organ seksual dihormati sebagai simbol kelimpahan. "Bentuk makanan penutup khas Sisilia yang seperti organ seksual berasal dari masa itu. Dulu memiliki banyak anak dianggap penting karena merekalah yang akan menggarap ladang dan menafkahi keluarga," kata Oliveri. Pada abad ke-11, bangsa Norman mengubah Sisilia menjadi wilayah yang kental dengan ajaran dan nuansa Katolik. Tradisi kuno yang sebelumnya eksis pun akhirnya bercampur dengan tradisi Katolik. Pengamatan titik balik matahari pada musim dingin menyatu dengan perayaan Natal, sementara ritual kesuburan menyatu dengan Paskah. Makanan penutup kuno Sisilia pada era itu tetap bertahan, terutama karena peran para biarawati. Mereka membuat panganan untuk festival dan hari raya keagamaan.
Contohnya adalah cassata. Ini merupakan kue keju ricotta berbentuk bulat yang biasanya dihias dengan marzipan, kacang-kacangan, dan manisan buah-buahan. Cassata diperkirakan pertama kali muncul pada masa kekuasaan Arab di Sisilia. Dibuat sebagai sajian perayaan musim semi, kue ini belakangan menjadi makanan khas Paskah, baik dalam tradisi Katolik maupun Yahudi. Dan sama seperti cannoli, sejumlah makanan penutup Italia kuno lain yang bentuknya erotis telah diwariskan dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Kue berisi keju ricotta dan dilapisi gula putih serta manisan ceri, yang dikenal dengan sebutan Minni Di Sant'Agata atau Minni di Virgini, dibuat agar terlihat seperti payudara untuk menghormati Santa Agatha. Agatha adalah martir era Romawi. Menurut cerita, payudaranya dipotong karena menolak rayuan seorang laki-laki. Sementara itu, kue Feddi ru Cancillieri, yaitu kue almond dengan selai krim dan aprikot, dibuat dengan lelucon agar menyerupai bokong seorang kanselir. "Biarawati tidak membuat makanan manis berbentuk erotis, seperti yang dipikirkan beberapa orang, bahwa mereka tertekan secara seksual dan ingin bersenang-senang. Para biarawati membuat kue itu karena mereka mewarisi tradisi kuno," kata Oliveri. Sejak zaman Yunani Kuno, simbol-simbol yang dibuat agar dapat dikonsumsi dikaitkan dengan ritual pengorbanan. Makanan ini dianggap membawa orang lebih dekat kepada para dewa. Karena gagasan ini dibawa ke dalam tradisi Katolik, para biarawati diizinkan mengembangkan panganan seperti itu walau biara pada abad pertengahan melarang kerakusan.









0 komentar:

Posting Komentar

Related image