Powered By Blogger

Jumat, 29 Januari 2021

Kisah Pilu Remaja Korban Pemerkosaan Hingga Akhirnya Meninggal Dunia

 

Kejam sekali ulah tujuh pria ini. Mereka memerkosa seorang remaja inisial OR usia 16 tahun. Sebelum melakukan perbuatan kejinya, para pelaku mencekoki gadis malang itu dengan obat yang membuatnya fly.

Peristiwa memilukan ini bermula dari perkenalan tidak sengaja antara korban dengan salah satu pelaku di lini media sosial. Tidak butuh lama untuk keduanya memutuskan menjadi teman lebih dekat alias berpacaran pada April lalu.

Di bulan yang sama, FF, pacar yang juga salah satu pelaku mengajak korban bertemu. Keduanya bersepakat bertemu di tanggal 9 April.

Pada hari itu, FF menjemput OR. Keduanya berjalan menuju Desa Cihuni, Pagedangan, Tangerang. Ke rumah rekan FF berinisial SU, yang juga menjadi pelaku pemerkosaan dalam kasus ini.

"Korban kemudian dijemput di gang dekat rumahnya di Serpong Utara pada malam hari sekitar pukul 21.00 Wib dan dibawa ke Tempat Kejadian Perkara di Desa Cihuni, Kabupaten Tangerang," jelas Kanit Reskrim Polsek Pagedangan, Ipda Margana.

Di sanalah OR menjadi korban kejahatan sang pacar juga rekan-rekan kekasihnya. FF sudah merencanakan niat tidak baik dari ajakannya terhadap korban. Rencana itu kemudian dia matangkan bersama tujuh rekannya yang lain. Semuanya saat ini sudah menjadi tersangka.

"Memang sudah merencanakan, makanya dia (FF) sudah kontak teman-temanya bisa dipakai," ungkap Margana.

FF dan OR tiba di rumah S alias K. Di rumah itu, juga ada adik S, SU alias Jisung. OR diperkenalkan ke rekan-rekan FF.

"Di hari pertama pertemuan itu, korban juga sudah dicekoki pelaku dengan pil Hexymer berjumlah tiga butir," katanya.

Kakak beradik S dan SU seolah tak merasa khawatir atas niat jahat mereka dan rekan-rekannya yang lain saat memerkosa OR. Sebab di rumah itu juga dihuni orangtua, istri dan anaknya.

Oleh karena itulah, FF tak mengajak OR untuk pulang meski hari telah larut. Justru, dia tega memerkosa kekasihnya dan turut mengajak teman-temannya yang lain yakni SU alias Jisung, DE, AN, RI, DR, D dan S alias K di Jumat (10/6) dini hari pukul 01.00 Wib.

"Di rumah tempat para pelaku melakukan aksinya itu, juga diketahui ada orang tua pelaku dan istri serta anak-anak dari tersangka S alias K. Mungkin sudah tidur, karena dilakukan di atas pukul 01.00 Wib. Dua kejadian itu sama-sama dilakukan pada jam segitu," sambungnya.

"Kemudian dia dibuat fly dan disetubuhi oleh pacarnya dulu, kemudian yang lain secara bergiliran," terang Margana.

Setelah melakukan perbuatan bejatnya, FF dengan santai mengantar OR pulang kembali ke rumahnya dini hari itu juga. Mirisnya, peristiwa serupa kembali terjadi pda tanggal 18 April lalu.

Pemerkosaan Terbongkar

Peristiwa ini terbongkar saat keluarga merasa aneh dengan perubahan yang terjadi pada diri OR setelah tanggal 18 April, atau pemerkosaan yang kedua. OR jatuh sakit dan bicaranya tak karuan.

"Kemudian setelah tanggal 18 April, korban sakit dan tidak bisa melakukan aktivitas dengan gejala suka ngomong sendiri, pelo, cadel dan tetap dirawat di rumah. Oleh keluarga dikira gangguan mental maka dibawa ke RS Jiwa Dharma Graha Serpong," kata Ipda Margana.

Sebelum dibawa ke RS khusus Jiwa di kawasan Serpong, korban sempat bercerita kepada keluarganya apa yang dialaminya. Yakni menjadi korban pemerkosaan kelompok pemuda di Desa Cihuni.

"Korban sendiri sudah cerita ke keluarganya, ke nenek dan bibi korban bahwa dia mengalami kejadian itu tanggal 18 April. Dan di RS Jiwa Graha Serpong, dia ditanyai suster dan dia menjelaskan bahwa dia diperkosa oleh 8 orang," ujar dia.

Sempat beberapa saat menjalani perawatan di RSJ di kawasan Serpong, kepada keluarga kemudian disarankan agar korban di rawat di rumah sakit umum. Permintaan itu disampaikan pada 26 Mei lalu. Tetapi akhirnya, oleh keluarga dibawa ke rumah pada tanggal 9 Juni kemarin.

"Kemudian di rumah tanggal 11 Juni korban meninggal," ujar Ipda Margana.

Ditambahkan Rohim, paman korban, sebelum mengembuskan napas terakhir, kondisi kesehatan OR sangat menurun. Gadis putus sekolah itu berkali-kali tak sadarkan diri dan sering mengeluh sesak di bagian dada dan tubuhnya terasa panas.

"Kondisinya semakin menurun dan akhirnya meninggal Kamis, (11/6) kemarin sekitar jam 01.45 WIB. Di rumah kontrakan yang kami huni," jelas Rohim

"Waktu itu saya dikabarin dari bapaknya, kondisinya sudah begitu, sempat muntah-muntah, kejang-kejang juga. Sampai kontrakan di sini, memang kelihatannya syok banget, badannya lemes. Kita sempat rawat ke rumah sakit rehabilitasi, tapi begitu pulang kambuh lagi, jalan saja dia engga kuat. Sebelumnya dia sehat-sehat saja, engga pernah terlihat seperti," jelas Rohim.

Nenek OR, Rumsiah, juga menceritakan sebelum meninggal, korban mengaku diperkosa lebih dari 5 orang remaja di wilayah Cihuni, salah satunya pacar korban.

Keluarga semula hendak melaporkan kejadian itu ke pihak Kepolisian. Namun karena pihak keluarga pacar OR datang ke rumah dan berjanji akan bertanggung jawab, akhirnya niat melapor tersebut dibatalkan.

"Waktu itu datang ke rumah dari keluarga pacarnya, katanya mau tanggung jawab. Jadi kalau OR sudah sembuh, mau dinikahkan, keluarganya juga mau bertanggung jawab dan membantu biaya berobat ke rumah sakit," kata dia.


Alibi Para Pelaku

Pelaku benar-benar licik menyembunyikan aksinya dari kepolisian. Selain mencoba berdamai dengan keluarga korban, saat ditangkap kepolisian pun memberikan keterangan berbeda.

Kepada keluarga korban, akan memberikan uang sebagai kompensasi biaya perawatan korban di RS. Pelaku berpatungan senilai Rp12 juta.

"Damai, karena mereka ada kesepakatan memberikan ganti pengobatan. Saya tidak tahu kapan itu. Kita hanya mendapat informasi dan menyimpan bukti surat pernyataan. Bukti itu, menyatakan ada peristiwa itu," ungkap Margana.

Mereka juga membuat surat pertanyaan. Dalam surat pernyataan yang tidak ditunjukkan kepada merdeka.com, pelaku meminta keluarga korban bahwa tidak ada penuntutan hukum atas kejadian tersebut.

"Pernyataan tidak menuntut, ditandatangani oleh orang tua FF dan orang tua korban. Kesepakatannya si FF mau menikahi korban kalau korban sembuh, karena keluarganya diyakini kalau mereka berpacaran. Dan keluarga memercayainya. Dan benar ada patungan Rp12 juta untuk pengobatan korban," ungkap Margana

Mereka juga berkonspirasi bila tertangkap kepolisian akan mengaku jika korban minta dibayar Rp100.000 sebelum aksi bejat itu dilakukan. Tujuannya, tentu saja supaya bebas dari jerat hukum.

"Mereka berkonspirasi. Jadi seolah-olah kalau nanti ditangkap Polisi, mengakunya kita bayar 100 ribu. Harapannya, para pelaku terbebas dari jerat hukum," ungkap Kanit Reskrim Polsek Pagedangan Ipda Margana.

Hal itu terungkap setelah polisi menangkap 4 pelaku, pada Minggu (14/6) lalu, yakni FF, SU alias Jisung, DE dan AN

Tetapi dari pelaku D yang ditangkap beberapa saat kemudian ditangkap tidak ada permintaan uang oleh korban.

"Memberi petunjuk besar, bahwa tidak ada pembayaran 100 ribu dan ada pelaku S alias K. Itu (pemberian uang) kita konfrontir ke pelaku S alias K dan pelaku DR, dan diakui juga oleh 4 pelaku sebelumnya," ucap Margana.

Saat ini, tujuh dari delapan pelaku sudah ditangkap. Mereka juga telah menjalani rekonstruksi dengan total 40 adegan yang diperankan. Akibat perbuatannya, para pelaku diganjar pasal perlindungan anak.

"Sementara kita masih jerat Undang-undang kriminal anak, sementara itu dulu. Kemudian penyebab meninggal dan sebagainya kita masih menunggu dari forensik dan puslabfor. Karena kemarin dari puslabfor sudah melakukan pengambilan sampel organ tubuh yang menjadi sampel dan nanti akan kota lihat di situ dari beberapa organ tubuhnya yang dijadikan sampel," kata Kapolsek Pagedangan, AKP Efri, di Mapolsek Pagedangan.


Mendesak Pelaku Dihukum Berat

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam tindakan pelaku pemerkosaan terhadap OR (16), hingga menyebabkan korban meninggal dunia. KPAI mendorong aparat penegak hukum menjerat para pelaku dengan sanksi seberat-beratnya.

"Kasus-kasus kekerasan dan pemerkosaan, merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan hak hidup dan tumbuh kembang anak. Oleh sebab itu, pencegahan dan deteksi dini oleh pemerintah, pemerintah daerah, keluarga dan masyarakat harus diperkuat sinergisitasnya," ungkap Jasra Putra saat dikonfirmasi, Selasa (16/6).

Dia juga mendorong aparat penegak hukum, memberikan sanksi seberat-beratnya kepada seluruh pelaku, agar tindakan tersebut mampu memberi efek jera dan pelajaran bagi masyarakat lainnya.

"Sesuai dengan Udang-undang 35 tahun 2014 perubahan pertama undang-undang 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 76D, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5 miliar rupiah," katanya.

Bahkan lanjut Jasra, dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang perlindungan anak, pelaku kekerasan dan pemerkosaan terhadap anak bisa dilakukan pemberatan apabila korban anak sampai meninggal dunia.

Anggota Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, juga mengutuk keras pemerkosaan terhadap remaja 16 tahun warga Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan. Pemerkosaan yang dilakukan beberapa orang itu membuat korban depresi hingga akhirnya meninggal dunia.

"Saya sebagai perempuan dan seorang ibu mengutuk perbuatan pelaku pemerkosaan remaja putri 16 tahun di Tangerang. Pelakunya keji," kata Sari dalam keterangannya, Senin (15/6).

Sari mendorong pihak berwenang mengusut tuntas serta memberikan hukuman seberat-beratnya pada para pelaku. Sari menyebut, jika mengacu pada pasal 285 KUHP, tentang kejahatan perkosaan, hukuman maksimalnya 12 tahun penjara.

"Sedangkan Pasal 80 dan 81 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak ancaman hukumannya paling singkat 10 tahun hingga maksimal 20 tahun penjara. Lalu Pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan Anak yaitu kekerasan yang mengakibatkan meninggal dunia. Untuk memberi efek jera supaya tidak terulang kembali kasus serupa," kata dia.

Sari meminta pihak kepolisian untuk mendalami hubungan pemerkosaan, depresi, dengan meninggalnya korban. Apalagi, menurut Sari, korban sempat diberikan pil dan berharap, kepolisian benar-benar serius mengusut kasus ini.

"Diketahui sebelum pemerkosaan, korban diberikan pil lalu setelah pemerkosaan, korban sempat sakit dan depresi, dirawat di Rumah Sakit Jiwa, sampai kemudian meninggal. Ini perlu didalami oleh Kepolisian bagaimana hubungan kasus pemerkosaan dengan meninggalnya korban, bisa dikenakan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika atau pasal lain yang sesuai dengan fakta hukum," kata Sari.

Terpisah, Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA), Nahar, berharap keluarga OR (16) juga mendapatkan pendampingan dan pembekalan hukum terkait kasus yang dihadapi.

"Iya betul, dan mereka melaporkan bahwa karena korbannya sudah meninggal, bukan berarti selesai di situ. Karena ada hak anak yang dirampas, lalu kemudian yang kedua kan masih ada keluarganya. Jadi keluarganya juga sebaiknya diberikan pendampingan dan pembekalan hukum kepada keluarga korban, mereka punya hak," kata Nahar saat dihubungi merdeka.com, Selasa (16/6).

Pihaknya telah meminta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) untuk memberi pembekalan hukum terhadap keluarga korban.

Jadi itu kami minta untuk didampingi dan diberi pembekalan hukum oleh P2TP2A ya," ujarnya.

Tak hanya memberikan pembekalan hukum terhadap keluarga korban, dia juga berpesan agar P2TP2A memberikan pemahaman hukum terhadap lingkungan tempat tinggal korban.

"Agar jika terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak segera melapor paling tidak UPTD Tangsel atau mana saja yang lebih familiar ke kepolisian juga boleh atau pendamping anak juga boleh," ungkapnya.

Kementerian PPPA, sambung Nahar, sudah melakukan koordinasi dengan anggotanya yang berada di daerah atau lokasi kejadian tersebut yakni di Tangerang Selatan untuk mendatangi kediaman korban.

"Jadi kan tentu kementerian kalau di daerahnya dengan dinas P2TP2A ya, dinas PPPA. Kita sudah koordinasi dengan Humas TP2A Tangerang Selatan," tutupnya



0 komentar:

Posting Komentar

Related image