Seorang mahasiswi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, mengalami pelecehan seksual di kampusnya sendiri, Rabu (26/2/2020) sore. Insiden ini akhirnya perlahan viral di Twitter belakangan ini. Insiden tersebut terjadi ketika ia baru saja pulang kuliah. Ia tengah berjalan kaki di trotoar antara FISIP dan Pusat Studi Jepang (PSJ) FIB UI, ketika 5-6 laki-laki yang diperkirakan berusia di atas 30 tahun mengikutinya. "Saya baru keluar dari FIB. Saya keluar dari gerbang masuk mobil. Sampai di dekat persimpangan dengan gerbang PSJ, ada gerombolan orang yang baru keluar dari PSJ juga dan mereka jalan di sekitar saya," tutur mahasiswi yang enggan disebutkan identitasnya itu.
Ia berjalan kaki sembari memperhatikan ponsel. Awalnya, ia sama sekali tak menghiraukan pembicaraan gerombolan laki-laki itu. Namun, lama-lama, pembicaraan gerombolan lelaki itu terdengar juga karena begitu ramai. "Mereka awalnya ngomong, 'Besok jangan lupa pakai baju, ya. Bawa baju ganti. Sempak juga jangan lupa dibawa'," kata korban. "'Bra gimana bra? Bra juga jangan lupa dibawa ya, ha-ha-ha'," lanjut korban menirukan percakapan gerombolan lelaki itu. Tak berselang lama setelah menyeret-nyeret bra dalam percakapan itu, salah satu lelaki mengelus pundak korban dari arah belakang. "Pundak itu kan ada itu, itulah ya. Saya kaget. Saya menoleh ke belakang. Saya ketakutan. Saya gemetaran. Mereka senyum-senyum. Kemudian, saat saya jalan cepat, mereka sadar dan ketawa gitu," aku korban.
Balik disalahkan Petugas-petugas PLK UI di pos itu segera bertanya mengenai siapa pelaku pelecehan seksual itu. Melihat gerombolan itu kian mendekat ke arah pos, ia langsung menuding mereka. Para petugas pun memanggil lelaki-lelaki itu. "Cuma, pas diberhentikan, mereka tidak mau mengaku. Mereka bilang bahwa orangnya yang menyentuh tidak ada di sini," kata korban. "Saya terus ditanya siapa yang menyentuh, wajahnya ingat atau tidak, saya tidak ingat karena mereka memegangnya dari belakang. Saya tidak tahu siapa yang memegang di antara mereka," ia menjelaskan. Di pos itu, kedua pihak sempat kembali bersitegang. "Saya bilang, 'Maksudnya apa megang-megang kayak gitu? Habis ngomong 'jangan pakai bra' terus ngelus-elus pundak saya? Maksudnya apa mau memastikan saya pakai bra atau tidak? Pantas enggak sama orang asing begitu? Ini lingkungan mahasiswa!'" tegas korban, menirukan ucapannya saat berbicara dengan para pelaku.
Mendengar cekcok itu, dua orang mahasiswa dan mahasiswi FISIP UI di sana, yang mulanya tak kenal korban, turut membela korban. Para pelaku kemudian diketahui bukan mahasiswa UI. Mereka lalu menyodorkan tangan sebagai permintaan maaf, tetapi ditolak oleh korban. "Saya tidak mau karena, pertama, mereka tidak mau mengaku, dan yang kedua, gampang banget minta maaf saja biar cepat," ujar korban. Sudah begitu, korban dibuat makin kecewa. Ia justru balik disalahkan oleh petugas PLK yang awalnya ia harap sanggup memberikan perlindungan dan berpihak kepadanya. Terlebih lagi, petugas PLK UI melepaskan para lelaki itu tanpa menyimpan satu pun bukti identitas mereka, baik berupa foto maupun data KTP. "Petugas PLK-nya bilang, 'Mbak, besok-besok jangan jalan sendirian lagi agar tidak kayak gini lagi'," aku korban. "Sebelumnya juga saya ditanya, mau dilanjut ke atas (ke manajemen UI) atau tidak, saya jawab 'ya'. Tapi akhirnya mereka tetap melepaskan orang-orang itu," kata korban. "Lalu mereka (petugas PLK) bilang bahwa kalau dilanjutin ke atas juga nanti Mbak yang salah," tambah dia. Berani bicara Mahasiswi ini kini banjir apresiasi dan dukungan moral warganet karena berani bicara soal insiden yang menimpanya melalui media sosial. Ia dianggap mampu menginspirasi para korban pelecehan seksual yang takut untuk vokal, selain menebar kesadaran bahwa ancaman pelecehan seksual bahkan dapat terjadi di kampus, ruang publik yang semestinya progresif. Korban mengaku, ia ogah menjustifikasi pelecehan verbal dan fisik yang dialami dari gerombolan lelaki yang tak satu pun ia kenal. Ia tahu betul bahwa tubuhnya bukan obyek belaka. Ia punya otoritas atas tubuhnya. Tak semestinya pundaknya dielus oleh laki-laki yang tak dikenal setelah mereka bercakap-cakap soal pakaian dalam perempuan. "Karena sentuhan fisik tanpa melalui konsensus itu tindak pelecehan seksual. Kebetulan saya juga concern terhadap hal-hal soal pelecehan seksual. Tetapi, saya tidak menyangka bahwa itu akan saya alami juga," ujar korban. "Mau dengan niatan bercanda pun, itu juga dia sadar untuk menyentuh saya dan saya tidak terima. Apalagi, sudah jelas niatannya menjadikan saya sebagai bahan bercandaan. Apalagi mereka orang asing," ia menambahkan. Korban saat ini masih merasakan trauma atas insiden yang ia alami. Memang, traumanya kini tidak sehebat momen awal selepas pelecehan seksual itu. "Setelah kejadian itu, saya ada janji dengan teman. Saya tidak berhenti memegang pundak saya berkali-kali karena saya takut," ungkap korban. "Sekarang trauma sepertinya iya. Tapi, saya merasa masih bisa mengendalikan itu," kata dia. Terakhir, korban berharap agar insiden yang menimpanya tak terjadi lagi pada korban-korban lain. Ia juga berharap supaya petugas kampus bersikap simpatik terhadap korban pelecehan seksual, bukannya balik menyalahkan korban. "Saya betul-betul berharap pihak PLK UI tidak seperti ini lagi dalam menangani kasus pelecehan seksual," kara korban. "Padahal, seharusnya keamanan kampus itu bisa memastikan, mahasiswa itu bisa berjalan sendiri dengan aman di lingkungan kampusnya. Bukan malah bilang saya jangan jalan sendiri lagi," ia menambahkan. Saat ini, pihak Kemahasiswaan UI sudah turun tangan untuk mendampingi korban, berupaya membuatnya nyaman, juga mengamankan sejumlah laki-laki yang diduga pelaku pelecehan seksual itu. "Kami terus berupaya melakukan pendampingan terhadap para mahasiswa kami. Kami berkomitmen menyusun langkah strategis upaya pencegahan, penanggulangan, dan penanganan perihal kekerasan seksual," ujar Rosari Saleh, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UI, Kamis malam.
0 komentar:
Posting Komentar