Ini adalah kisah tentang percintaan yang saya alami sejak saya duduk di bangku SMA kelas 2. Dimulai dari sebuah pertemanan biasa yang berujung persaingan. Sebut saja inisial dari rival saya sekaligus orang yang mampu mengakui kemampuanku, RA.
Awalnya saya menjadi rival dengannya karena saya mampu mengalahkannya pada tes Matematika. Ia merasa tak terima, karena biasanya ia selalu menduduki yang pertama untuk mata pelajaran itu. Namun, saya tidak peduli. Dan di setiap tes Matematika lainnya tak kusangka, saya selalu mampu mengalahkannya. Tanpa saya sadari, persaingan itu menjadi hal yang membanggakan buat saya. Dan semakin lama kami bersaing, saya merasa saya sudah jatuh padanya.
Saya terus memendam perasaan ini sampai saya naik ke kelas 3. Karena saran dari sahabat saya untuk mengungkapkan perasaan saya sebelum saya menyesal. Dan di waktu yang telah dirancang, saya mengatakan semuanya di depannya. Responnya? Dia tersenyum tulus, dan saya masih mengingat senyumnya yang menurut saya terasa hangat. Dan ia juga memiliki perasaan yang sama. Saya bahagia, sangat, sangat bahagia. Tetapi, saya memutuskan untuk tidak menjalin hubungan sebagai kekasih, karena yang saya inginkan agar saya bisa menjadi sahabat sekaligus rivalnya. Dan ia pun setuju, dan tidak mempermasalahkan itu semua.
Namun, ketika saya memasuki semester 2 di bangku kuliah. Ia menyatakan bosan yang dengan hanya hubungan persahabatan. Dan semenjak itu, ia tidak pernah memberi saya kabar apapun, dan setiap saya menghubunginya tidak ada satupun yang direspon olehnya. Entah saya merasa bodoh atau saya menganggap ini hal yang biasa terjadi. Sejak kejadian itu, 3 bulan kemudian tidak memberi kabar apapun. Akhirnya saya menyerah, menyerah untuk mengharapkannya kembali.
Saat-saat itu adalah di mana saya terpuruk. Namun, ada seorang laki-laki yang ingin menjadi teman saya. Awalnya saya ragu, tetapi ini adalah hal baik untuk melupakannya. Ia adalah laki-laki yang memiliki hobi yang sama denganku. Lalu, saya memperkenalkan teman baik saya dengan hobi yang sama.
Kami bertiga berteman baik, setiap ada acara apapun selalu bersama. Melewati suka duka bersama, saling bercerita satu sama lain, menyelesaikan masalah bersama. Di satu sisi saya mulai memendam rasa dengan laki-laki itu, kemudian saya bercerita kepada teman kami yang tak lain perempuan. Setelah beberapa lama, kami bersama. Berita mengejutkan menimpa pertemanan kami. Ia, laki-laki itu, menyukai teman baikku. Ia hanya menceritakannya padaku, tetapi di satu sisi, saya tidak boleh egois.
Saya memilih melupakan perasaan ini dan memilih untuk mundur dan mendukung segala keputusannya. Dan pada akhirnya mereka menjalin hubungan, dan saya menyadari pertemanan kami mulai merenggang. Entah saya yang terlalu berpikir negatif atau apa, mereka seperti menjauh. Tetapi, saya tidak boleh egois. Saya tidak bisa mengganggu hubungan mereka, saya tidak ingin menyakiti mereka, biarlah saya yang merasakan. Karena saya yakin, Tuhan telah menyiapkan yang terbaik untuk saya. Saya sangat percaya itu.
0 komentar:
Posting Komentar